TA BRA
PA TA
"Bertapa adalah mengasingkan diri dari keramaian dunia dengan menahan nafsu (makan, minum, tidur, birahi) untuk mencari ketenangan batin.” (Kamus Besar Bahasa lndonesia: 1142).
Bertapa sering juga dikatakan sebagai bermeditasi, yang menurut definisinya adalah memusatkan pikiran dan perasaan untuk mencapai sesuatu. (Kamus Besar Bahasa lndonesia: 727). Dalam pengertian kita selama ini, bertapa adalah pergi ke tempat yang angker dan sunyi atau tempat yang jarang dirambah manusia, dengan tidak makan, minum, menjauh dari sifat keduniawian selama berbulan-bulan.
Namun, bagaimanakah seseorang bisa melakukan hal seperti tidak makan dan minum selama berblan-bulan?Saat manusia bermeditasi, aktivitas ragawi mati total. Semua fungsi diambil-alih oleh “kesadaran”, buah konsentrasi penuh yang menggumpal menjadi sebuah kekuatan nyata di luar kemampuan fisik. Saat meditasi, raga memang tidak membutuhkan asupan nasi atau air. Partikel-partikel yang terkandung di dalam udara (oksigen), sangat kaya. Ia masuk melalui pori-pori dalam kulit, terserap ke sel-sel darah, dan mengalir menjadi energi.
Namun, bagaimanakah seseorang bisa melakukan hal seperti tidak makan dan minum selama berblan-bulan?Saat manusia bermeditasi, aktivitas ragawi mati total. Semua fungsi diambil-alih oleh “kesadaran”, buah konsentrasi penuh yang menggumpal menjadi sebuah kekuatan nyata di luar kemampuan fisik. Saat meditasi, raga memang tidak membutuhkan asupan nasi atau air. Partikel-partikel yang terkandung di dalam udara (oksigen), sangat kaya. Ia masuk melalui pori-pori dalam kulit, terserap ke sel-sel darah, dan mengalir menjadi energi.
Sukarno (Presiden RI pertama) mengatakan bahwa, “Itu (meditasi) adalah bagian dari kehidupan manusia yang ranahnya ada di dalam hati. Yang tentu saja tidak terpisahkan dari kehidupan dan akal yang ada.” Aa Gym menggatakan “manajemen qolbu”. Di luar kepercayaan atau stigma yang mendampingkan aktivitas bertapa dengan mencari kekuatan supranatural, maka bisa ditegaskan di sini, bahwa satu hal pasti, dengan bermeditasi, maka jiwa, hati, perasaan seseorang jauh lebih tertata. Wujudnya bisa menjadi maha bijaksana, pandai mengendalikan emosi atau perasaan.
Sang pertapa, akan memiliki kemampuan memanage sebuah perisitwa buruk dalam satu genggaman. Di sana ada menyatu antara peristiwa buruk, sebab-akibat perisitwa itu terjadi, dampak dari peristiwa buruk yang mungkin terjadi, serta solusi atau kebijakan yang harus diambil. Nah, keseluruhan tadi, tertangkap dalam kesadaran seketika.
Contoh mudah… saat kita mengendari sepeda motor atau mobil. Tiba-tiba terjadi insiden (entah menabrak, entah ditabrak), nah bersamaan dengan terjadinya perisitiwa tadi, muncul kesadaran, bahwa yang baru saja terjadi adalah sebuah kecelakaan. Kita tidak menghendaki, si korban atau pelaku juga tidak menghendaki. Menyikapi dengan emosi, marah, kecewa, cemas, sama sekali bukan jalan keluar. Sebaliknya, jika kita menabrak, kita harus minta maaf dan bertanggung jawab. Jika kita yang ditabrak, sebaik-baiknya sikap adalah memaafkannya. Dan… berlalulah. Sebab, marah-marah tidak akan memperbaiki kerusakan, sebaliknya justru bikin lalu lintas tambah macet, lebih-lebih jika sampai berkelahi, maka kita bisa mencelakai orang lain, atau kita yang celaka.
Contoh mudah… saat kita mengendari sepeda motor atau mobil. Tiba-tiba terjadi insiden (entah menabrak, entah ditabrak), nah bersamaan dengan terjadinya perisitiwa tadi, muncul kesadaran, bahwa yang baru saja terjadi adalah sebuah kecelakaan. Kita tidak menghendaki, si korban atau pelaku juga tidak menghendaki. Menyikapi dengan emosi, marah, kecewa, cemas, sama sekali bukan jalan keluar. Sebaliknya, jika kita menabrak, kita harus minta maaf dan bertanggung jawab. Jika kita yang ditabrak, sebaik-baiknya sikap adalah memaafkannya. Dan… berlalulah. Sebab, marah-marah tidak akan memperbaiki kerusakan, sebaliknya justru bikin lalu lintas tambah macet, lebih-lebih jika sampai berkelahi, maka kita bisa mencelakai orang lain, atau kita yang celaka.
Bertapa dalam Islam
Bertapa ada persamaannya dengan ber-I’tikaf, walaupun ada juga perbedaan antara keduanya. Sampai sekarang masih. Banyak orang-orang lslam di negeri kita ini yang melakukan lelaku bertapa atau semedi. Berdiam diri di tempat-tempat yang dianggap keramat atau angker. Entah itu karena perintah guru spiritualnya, atau karena inisiatif sendiri. Bahkan ada juga yang bertapa atau bersemedi di tempat-tempat tertentu karena telah mendapatkan bisikan ghaib untuk melakukan lelaku tersebut.
Lalu apa kaitannya bertapa dengan beri’tikaf yang merupakan ibadah kita sebagai umat lslam. Ada persamaan dan perbedaan antara keduanya. Dan sebelum kita tarik benang persamaan dan perbedaannya, marilah kita simak terlebih dahulu definisi I’tikaf itu sendiri.
lbnu Hajar berkata: “I’tikaf menurut bahasa adalah menempati suatu tempat dan menahan diri di tempat tersebut”. Sedangkan pengertian l’tikaf menurut syari’at lslam adalah berdiam di masjid yang dilakukan seseorang dengan niat tertentu dan dengan aturan tertentu.” (Fathul Bari: 4/271). Adapun ar-Raghib al-Ashfahani mengatakan: “l’tikaf menurut istilah adalah menahan diri di masjid dengan tujuan mendekatkan diri (kepada Allah).” (Gharibul Qur’an: 343).
Dari definisi tersebut, bisa disimpulkan bahwa bertapa ada persamaannya dengan beri’tikaf, walaupun ada juga perbedaan antara keduanya. Sedangkan bersemadi atau bermeditasi, hampir sama pengertiannya dengan bertafakkur atau berkhalwat. Sehingga di halaman lain Kamus Bahasa lndonesia menyebutkan bahwa Bermeditasi adalah melakukan Samedi atau tafakur dan berkhalwat. (Kamus Umum Bahasa lndonesia: 881 ).